Bandung, 16 Februari 2017
Sumber Berita : Retno Heriyanto (Pikiran Rakyat)
Napak Tilas Jejak Juang Inggit
Wajah Serius di perlihatkan Sasaki Tomoya (25) saat diberi kesempatan untuk menaburkan bunga mawar berwarna merah dan putih di pusara Inggit Garnasih. Semula pemuda delegasi Japan International Cooperation Agency (JICA) ini menolak dengan alasan kurang pantas meskipun akhirnya mau setelah didampingi beberapa pimpinan dari Balai Pengelolaan Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga .
"Saya mengenal Sukarno bukan karena Ibu Dewi yang menjadi istrinya berasal dari Jepang, tetapi kebesaran Sukarno sangat disegani dunia. Oleh karena itu, saya merasa sangat tersanjung dan mendapat kehormatan untuk menabur bunga di makam Inggit Garnasih, seorang tokoh sunda yang disegani dan salah seorang istri sukarno," ujar Sasaki Tomoya yang fasih berbahasa Indonesia dan Jawa karena pernah menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.
" Nyekar Ka Makam Ibu Inggit Garnasih" menjadi akhir dari acara Napak Tilas Jejak Juang Inggit Garnasih yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga, Kamis (16/2/2017). " Ibu Inggit Garnasih merupakan sosok perempuan Sunda masagi, perempuan Sunda yang benar-benar memiliki prinsip yang sangat kuat dalam mendampingi suami. Apalagi pada masa mendampingi Sukarno muda dengan semangat nasionalisme tinggi ingin memerdekakan negerinya dari belenggu penjajah. Ibu Inggit Garnasih hadir tak hanya mendampingi, tetapi juga memberi spirit dan mau mengorbankan jiwa serta raganya," Ujar Kepala Balai Pengelolaan Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga Sajidin Aries, saat melepas rombongan peserta Napak Tilas Jejak Juang Inggit Garnasih.
Selepas dari Rumah Bersejarah Inggit garnasih, peserta menuju Eks Penjara Banceuy di mana Sukarno bersama tiga rekannya yaitu Gatot Mangkoepraja, Maskoen Soemadiredja, dan Soepriadinata pada Desember 1929 ditahan. Peserta makin dibuat terperangah saat melihat langsung dan beberapa ada yang menyempatkan diri masuk ke sel nomor 5 berukuran 2,5 x 1,5 meter yang ditempati Sukarno selama 1 tahun 2 bulan. " Jangankan setahun lebih, disuruh beberapa jam saja enggak akan sanggup. Kita Salut dan bangga dengan pengorbanan Sukarno untuk negeri ini." ujar seorang peserta, Eva. Tak berlama-lama di situs eks Penjara banceuy, rombongan bertolak ke Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis kemerdekaan di mana Sukarno dan tiga rekannya, tokoh PNI, diadili. Perjalanan napak tilas berakhir di makam Inggit Garnasih dengan serentet pertanyaan dari peserta.
"Kenapa seorang Inggit Garnasih yang dikatakan tokoh dan turut andil dalam memerdekakan negeri ini dari belenggu penjajahan tidak diakui sebagai pahlawan oleh negara? Kenapa juga Ibu Inggit Garnasih seorang yang diakui pahlawan tapi dimakamkan di tempat pemakaman umum? Ada apa dengan Ibu Inggit Garnasih? Apa yang salah?" Ujar Beberapa Peserta. Cici Mey, salah seorang pendamping, menjawab singkat. Hal tersebut sudah keinginan Ibu Inggit garansih.
- Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga -
Klik Album