(Pameran Tematik)
17 Februari 2015
Jl. Inggit Garnasih No. 8 Bandung
Sumber Berita : Iip Syarif Hidayat (Kurator Museum Sri Baduga)
Mieling Inggit Garnasih Ka-127
Masa Kecil Hingga Menikah
Anak ketiga dari pasangan Ardjipan dan Asmi ini terlahir dengan nama Garnasih, pada 17 Februari 1888, tepanya di Desa Kamasan Kecamatan Banjaran (Kab.Bandung). Karena kecantikannya, di kalangan pemuda beredar ungkapan “Mendapat senyuman dari Garnasih bagai mendapat uang seringgit”. Kata “ringgit” kemudian beribah menjadi “Inggit” yang menempel terus pada nama Garnasih. Garnasih adalah istri dari Ir.Soekarno,Presiden RI pertama. Garnasih telah berjuang sejak zaman pergerakan sebagai anggota Sarekat Islam yang aktif.
Awal Perjuangan
Pada 29 Desember 1929, ketika Soekarno sedang berada di Yogyakarta, ia ditangkap dan dibawa ke Bandung kemudian dipenjarakan di Banceuy.
•Ende, Flores
Agustus 1932, Soekarno kembali ditangkap di Jakarta, kemudian dibawa ke Sukamiskin, Bandung, lalu dibuang ke Ende,Flores. Inggit, Ratna Djoeami, serta Ibunda Inggit, Ibu Amsi ikut ke Ende. Ujian berat menerpa langit, ibundanya, Ibu Amsi meninggal dunia pada Oktober 1935, di Ende.
Setelah lima tahun di Ende, Pemerintah Hindia Belanda memindahkan Soekarno ke Bengkulu. Inggit dan anaknya kembali ke Bandung, kemudian menyusul ke Bengkulu. Selama berada di Bengkulu, muncul beberapa polemic antara Inggit dan Soekarno, di antaranya adalah ketika Soekarno jatuh cinta dengan muridnya, yaitu Fatmawati. Ini adalah gerbang awal keretakan rumah tangga mereka.
Masa Tua Yang Tenang
Pada masa Agresi Militer I (1947) Inggit pergi mengungsi ke Garut. Ketika keadaanya sudah aman pada 1949, Inggit kembali ke Bandung. Selama menjalani sisa hidupnya, Inggit Garnasih tidak pernah sepi dari kunjungan. Inggit Garnasih wafat dalam usia 96 tahun, pada 13 April 1984, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Porib (TPU Caringin), kota Bandung, dengan Upacara Militer. Pada 1997 Inggit Garnasih mendapat penghargaan atas jasa-jasanya yang luar biasa, berupa Bintang Mahaputera Utama. RUmah terakhir yang ia tempati dijadikan museum, di bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Peran wanita tersembunyi di balik kebesaran kaum laki-laki, wanita sering dianggap tidak berperan dalam kancah perjuangan merebut kemerdekaan. Demikian halnya dengan Inggit Garnasih. Beliau tidak “tebaca” dalam lembar-lembar sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Hampir bias dipastikan bahwa Bung Karno tidak bias berperan maksimal dalam berjuang bila di sisi kehidupannya tidak ada seorang Inggit Garnasih.